Jumat, 04 Januari 2013

Obat Herbal dari Segi Kedokteran Konvensional

Hy readers. . .
Sebelum Anda membaca  lebih lanjut tentang tulisan saya kali ini, saya ingin Anda menjawab beberapa pertanyaan yang saya ajukan sebagai berikut:
  1. Apakah Anda atau orang yang Anda kenal memiliki anggapan bahwa obat herbal selalu LEBIH AMAN daripada obat konvensional (obat yang biasa diresepkan dokter)?
  2. Apakah Anda atau orang yang Anda kenal memiliki anggapan bahwa obat herbal TIDAK MENGANDUNG BAHAN KIMIA?
  3. Apakah Anda atau orang yang Anda kenal memiliki anggapan bahwa obat herbal sedikit atau sama sekali TIDAK MEMILIKI EFEK SAMPING dibandingkan obat konvensional?
Atau barangkali Anda malah sama sekali tidak percaya dengan khasiat obat herbal?

Baiklah. .tujuan saya kali ini adalah ingin memberikan pengetahuan tentang obat herbal secara umum. Harapan saya adalah, setelah Anda membaca tulisan saya, Anda bisa mendapatkan informasi yang seimbang tentang obat herbal dari segi kedokteran konvensional.

Pengobatan Tradisional

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang dimaksud pengobatan tradisional adalah:
"praktek terapetik yang telah ada sejak dahulu, sebelum pengembangan dan penyebarluasan obat modern, dan masih berlangsung hingga saat ini"
Pengobatan Herbal, adalah salah satu bentuk dari pengobatan tradisional ini.
Nah. . .,pengobatan herbal atau fitoterapi sendiri diartikan sebagai
"ilmu yang menggunakan bahan-bahan alam untuk pengobatan"

Obat Herbal di Indonesia: Keamanan dan Khasiatnya

Yang perlu diketahui adalah terdapat pengelompokan jenis obat herbal di Indonesia, yaitu:

  1. Jamu
  2. Obat Herbal Terstandar (OHT)
  3. Fitofarmaka

Untuk mempermudah pemahaman tentang ketiga jenis obat herbal tersebut, silahkan Anda lihat tabel di bawah ini:


JAMU
OBAT HERBAL TERSTANDAR
FITOFARMAKA
1. Disediakan secara
      tradisional (pil, serbuk seduh dsb)
2. Dasar pengalaman
3. Tanaman penyusun (5-10) atau lebih
4. Aman
5. Pembuktian secara empiris
6. Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku
7. Bahan baku belum terstandarisasi
1. Terbuat dari ekstrak
2. Dasar penelitian ilmiah
3. Tanaman penyusun
    maksimum 5 (lima)
4. Aman
5. Pembuktian secara
   ilmiah dengan data
   praklinik
6. Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku
7. Bahan baku terstandarisasi (FI, MMI)
1. Terbuat dari ekstrak,
    dan dapat disejajarkan
    dengan obat modern
2. Dasar penelitian ilmiah
3. Tanaman penyusun
    maksimum 5 (lima)
4. Aman
5. Pembuktian secara
   ilmiah dengan data klinik
6. Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku
7. Bahan baku terstandari
    sasi (FI, MMI)

Yang ingin saya tekankan adalah bahwa Jamu, pembuktian khasiat dan keamanannya berdasarkan pengalaman (empiris), Obat Herbal Terstandar / OHT telah melalui uji praklinik, sedangkan Fitofarmaka telah melalui uji klinik.

Jadi, Jamu itu relatif aman dan berkhasiat berdasarkan pengalaman (secara empiris) bapak ibu, kakek nenek sampai nenek moyang kita. Namun, belum ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut.
Karena kedokteran konvensional selalu dituntut memberikan pengobatan berdasarkan bukti (atau nama kerennya adalah Evidence Based Medicine / EBM), maka dokter tidak akan pernah dan tidak boleh meresepkan pasien berupa jamu. Kecuali, oleh dokter praktik jamu yang berpraktik di klinik saintifikasi jamu . Tujuannya diadakan klinik saintifikasi jamu sendiri adalah untuk memberikan landasan ilmiah tentang jamu tersebut.

Lalu, bagaimana dengan Obat Herbal Terstandar / OHT ?

Jika jamu disediakan berupa peracikan secara tradisional (digodog, diseduh, dll), bahan-bahan dalam tanaman yang tidak diperlukan juga akan ikut di dalamnya. Tidak demikian halnya dengan OHT, karena OHT telah mengalami proses ekstraksi, sehingga yang didapatkan adalah senyawa aktif dari tanaman yang diekstrak. OHT sendiri telah mengalami uji pra-klinik. Yaitu uji yang dilakukan secara in vitro (pada jaringan) ataupun secara in vivo (hewan coba). Yang dinilai dalam uji pra-klinik ini adalah toksisitas (keamanan) dan farmakodinamik (khasiat).

Jadi, OHT sudah pasti aman dong? Kan sudah lolos uji pra-klinik. . .

BELUM TENTU.
Ingat, uji ini maksimal hanya pada hewan coba. Aman untuk hewan coba, belum tentu aman untuk manusia.
Namun demikian, OHT ini sendiri bisa diresepkan oleh dokter yang telah mengikuti kursus dan mendapatkan sertifikat Pendidikan Herbal, dengan dalam pengobatannya pasien tetap dipantau akan kemungkinan efek samping yang muncul akibat pengobatan.

So, apa bedanya OHT dengan jamu kalau begitu?

Silahkan Anda lihat tabel kembali. Di sana disebutkan bahwa bahan baku OHT sudah terstandarisasi. Jadi, bisa dijamin bahwa produk ekstrak OHT yang satu dengan OHT yang lain, pastilah sama khasiatnya.
Contoh: suatu OHT dengan merek "X" memiliki standar berupa kandungan senyawa aktif "Y" sebesar 60%, maka ketika OHT merek "X" tersebut diproduksi lagi, maka di dalamnya harus terdapat senyawa tersebut dalam jumlah yang sama pula. (ini contoh mudahnya saja, semoga tidak mempersulit pemahaman)

Kenapa standarisasi ini penting?

Kalau boleh saya bandingkan OHT dengan jamu, ketika pabrik jamu rumahan atau mungkin mbok jamu (saya sebut produsen saja ya) mengambil bahan baku untuk diproses, maka produsen biasanya akan memilih bahan baku berdasarkan jumlah "mentah"nya.
Contoh: 10 lembar daun sirsak, 1 genggam biji adas, atau 1 gram apa gitu. . .:p
Padahal, yang ingin dimanfaatkan khasiatnya dari tanaman tersebut adalah bahan aktif yang berupa metabolit sekunder yang ada di dalamnya (silahkan cari sendiri di google, apa metabolit sekunder ini). Jumlah metabolit sekunder ini sangatlah banyak. Efeknya juga berbeda-beda. Begitu juga konsentrasi / kadarnya di tiap tanaman juga berbeda.
Sama-sama daun alpukat misalnya, yang satu ditanam di pegunungan, lainnya ditanam di dataran rendah, sangat mungkin kadar bahan aktifnya berbeda. Belum lagi faktor lain yang berpengaruh, seperti periode pemanenannya (musim kemarau atau hujan misalnya), penyimpanannya, kontaminasi (logam, abu, mikroba), dan masih banyak lagi. Karena itulah, standarisasi penting untuk menjaga MUTU dan KEAMANAN.

Kemudian, masalah keefektifan OHT?

Ingat, di atas sudah saya katakan bahwa dalam ekstrak OHT, terkandung BANYAK SEKALI metabolit sekunder dengan fungsi yang bermacam-macam. Bisa saja dalam satu OHT memiliki efek anti kanker, anti radang, anti nyeri, dan sebagainya. Kalau boleh saya mengutip kata-kata dosen saya, OHT bisa disebut "obat dewa" karena efeknya yang sangat banyak.
Tapi kemudian pertanyaannya adalah, apakah hal tersebut menguntungkan atau justru merugikan?
Metabolit sekunder yang ada dalam tanaman, seringkali banyak yang masih sulit untuk dideteksi. Sehingga, hanya beberapa kandungan metabolit sekunder di ekstrak yang telah diketahui. Kalau tidak diketahui senyawanya, bagaimana kita tahu efeknya pada tubuh kita?
Jadi, masalahnya kembali lagi ke KEAMANAN dari OHT sendiri.
Selanjutnya, obat herbal dengan tingkatan Evidence yang lebih tinggi adalah golongan Fitofarmaka.
Fitofarmaka berbeda dengan OHT dalam hal bukti ilmiah, dimana Fitofarmaka telah melewati uji klinis. Yaitu uji pada manusia. Uji klinis ini terdiri dari 4 fase:
  1. Fase I : pada populasi sehat
  2. Fase II: pada populasi sakit dengan skala sedang
  3. Fase III: pada populasi sakit dengan skala besar
  4. Fase IV: survey pasca pasar (obat sudah berada di pasaran)
Fitofarmaka ini dapat disejajarkan dengan obat konvensional atau obat "modern", karena sudah memiliki bukti ilmiah hingga pada manusia. Namun, hingga saat ini Fitofarmaka yang beredar di Indonesia jumlahnya masih sangat sedikit ( 6 buah kalau tidak salah :P)

Obat Herbal dan Bahan Kimia

Saya sangat ingin meluruskan pernyataan atau pendapat bahwa Obat Herbal tidak mengandung zat atau bahan kimia.
Sebelum itu, saya akan kutipkan pengertian Kimia dari Wikipedia:
"ilmu yang mempelajari mengenai komposisi, struktur, dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari"
Penjelasan mudahnya adalah:

  1. Air yang Anda minum sehari-hari,  adalah senyawa H2O yang tersusun dari atom H dan O. Jadi, air yang Anda minum adalah zat / bahan kimia.
  2. Udara yang Anda hirup dan dibutuhkan oleh tubuh Anda, adalah O2 (oksigen). Jadi, dia juga adalah zat / bahan kimia.
  3. Bahkan, tubuh Anda juga terdiri dari bahan kimia, dengan materi terkecilnya bila dipisahkan adalah atom.
Jika udara, air, makanan dan bahkan tubuh Anda sendiri terdiri dari zat / bahan kimia, bagaimana mungkin Obat Herbal tidak mengandung zat atau bahan kimia?



Ringkasan dari tulisan saya kali ini adalah:

  • Obat Herbal dapat berupa Jamu, OHT dan Fitofarmaka, yang masing-masing memiliki perbedaan (lihat tabel lagi ya :P)
  • Obat Konvensional / obat "modern" memiliki efek samping. Begitu juga dengan obat herbal. Hanya saja karena penelitiannya masih sedikit, efek samping tersebut sering tidak "diketahui".
  • Obat konvensional hanya mengandung satu bahan aktif saja, sedangkan obat herbal terdiri dari banyak bahan aktif. Sehingga, Obat herbal bisa menguntungkan karena dia bisa bertindak sebagai "obat dewa"  dalam konteks efek multipelnya. Namun bisa merugikan, karena masih banyak bahan aktif yang belum diketahui (bisa saja efeknya negatif bagi tubuh), serta memungkinkan resistensi pada penyakit tertentu.
  • Obat Herbal juga mengandung bahan kimia.
  • Obat Herbal memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat konvensional. Karena itu saat ini penelitian tentang herbal sangat berkembang pesat. (Jadi, jangan menganggap remeh obat herbal)
  • Jangan takut untuk minum obat herbal. Asalkan terlebih dahulu mengkonsultasikan ke dokter ahli. (Saya katakan ahli, karena tidak semua dokter memiliki pengetahuan tentang obat herbal)

"Jadilah konsumen / pasien yang cerdas, dengan mendiskusikan pengobatan Anda dengan dokter Anda"

Sekian. Semoga bermanfaat. . .:) 



Sumber: Materi Kuliah Block 4.3 "Herbal Medicine and Phytopharmaca" FK UGM, tahun 2013

Kamis, 22 Maret 2012

Asam Urat dan Gout Arthritis


Akhirnya,saya kembali menulis lagi . . . :D
Setelah beberapa lama berkutat dengan dunia perkuliahan, kali ini saya akan mencoba membahas tentang Asam Urat dan Gout Arthritis. Yaa. . .hitung-hitung belajar untuk ujian biokimia dan ujian blok yang tinggal menghitung hari (tiada hari tanpa ujian. .halah).
Oke,tak perlu basa-basi lagi. .ini dia yang ditunggu-tunggu.

Dari mana Asam Urat berasal?
Saya akan mulai dari sesuatu bahasan yang lebih luas dan umum terlebih dahulu.

Pada manusia, di dalam inti sel nya terdapat DNA dan RNA yang berperan sebagai materi genetik. DNA RNA sendiri merupakan suatu polinukleotida, yang berarti bahwa DNA dan RNA tersusun atas banyak nukleotida.
Satu unit nukleotida terdiri atas:
> gugus fosfat
> gugus pentosa, yang berupa:
   Deoksiribosa untuk DNA (deoxyribonucleic acid) dan Ribosa untuk RNA (ribonucleic acid)
> basa nitrogen, yang berupa:
-          Adenin (A)
-          Guanin (G)
-          Sitosin (C)
-          Timin (T) pada DNA atau Urasil (U) pada RNA
Bila nukleotida kehilangan gugus fosfatnya, gugus pentosa dan basa nitrogen tersusun sebagai nukleosida (contoh: adenosine dan guanosine).

Yang penting untuk dipahami adalah, bahwa basa nitrogen yang telah disebutkan sebelumnya dikelompokkan menjadi:
Purin : Adenin dan Guanin
Pirimidin : Sitosin, Timin dan Urasil
Nah. . .Asam Urat merupakan hasil akhir katabolisme Purin dalam tubuh manusia.

Lalu, darimanakah Purin berasal?
(Anabolisme Purin)
Purin di dalam tubuh manusia, bisa berasal dari konsumsi makanan yang mengandung asam nukleat atau nukleotida. Namun, hal tersebut sifatnya non-essensial karena sebenarnya tubuh kita bisa mensintesis purin sendiri.
Sintesis purin di tubuh melalui dua jalur:
1.       Sintesis de novo
Sintesis purin de novo terjadi secara aktif di sitosol hepatosit dan melalui jalur ini terjadi sintesis purin yang utama. Reaksinya sebagai berikut:

Reaksi yang kelihatannya rumit (tapi sebenarnya memang rumit) tersebut berawal dari ribose-5-fosfat (R5P) yang bereaksi dengan ATP membentuk PRPP (5-phosphoribosyl-1-pyrophosphate). Enzim yang berperan dalam reaksi awal ini adalah PRPP synthetase. Secara singkatnya, hasil dari tahapan-tahapan reaksi berikutnya adalah IMP (Inosin Monophosphat). Sebenarnya, IMP sudah merupakan bentuk dari nukleotida purin. Akan tetapi, dalam bentuk yang belum aktif. Oleh karena itu, IMP selanjutnya masih mengalami reaksi dengan dua nasib, yaitu diubah menjadi AMP (Adenosin Monophosphat) atau GMP (Guanosin Monophosphat).
Skema reaksi secara sederhananya adalah:


2.      Salvage Pathway
Jalur ini jauh lebih sedikit memerlukan energi dibandingkan dengan sintesis de novo. Reaksi ini sangat diperlukan di beberapa sel, yaitu di eritrosit, sel PMN (polimorfonuklear) dan sel saraf. Tahapan-tahapannya adalah:
a.      Fosforibolasi purin oleh PRPP
Ada dua enzim yang berperan di sini, yaitu APRT (Adenine Phosphoribosyl Transferase) serta HGPRT (Hypoxanthine/Guanine Phosphoribosyl Transferase).
ü  Adenin oleh APRT diubah menjadi AMP
ü  Hypoxanthin dan Guanin oleh HGPRT diubah menjadi IMP dan GMP secara berturut-turut
APRT kurang begitu berperan dibandingkan HGPRT, karena manusia lebih sedikit menghasilkan Adenin. Karena itu, individu yang mengalami defisiensi HGPRT seperti yang terdapat pada Lesh-Nyhan syndrome, akan lebih rentan mengalami kenaikan level asam urat dalam tubuh.
b.      Fosforibolasi ribonuklesida purin oleh ATP
Mekanisme kedua melibatkan fosforilasi langsung ribonukleosida purin (PuR) oleh ATP:
PuR + ATP à PuR-P + ADP

Sebelumnya di atas, kita telah membicarakan bahwa asam urat merupakan hasil akhir katabolisme purin pada manusia. Lalu bagaimana prosesnya?

Pembentukan Asam Urat dalam tubuh (Katabolisme Purin)
Telah diketahui bahwa dalam senyawa asam nukleat, basa purin (adenine dan guanine) cenderung berada dalam bentuk nukleotida (AMP dan GMP), sehingga dalam proses katabolismenya akan memiliki tahap sebagai berikut:

1.      Perubahan nukleotida (AMP dan GMP) menjadi nukleosida (adenosine dan guanosin) melalui proses defosforilasi
2.      Adenosine mengalami deaminasi menjadi Inosine dengan bantuan adenosine deaminase, lalu diubah menjadi Hypoxanthine. Hypoxanthine diubah menjadi Xanthin oleh enzim xanthine oksidase dan melalui bantuan enzim ini juga Xanthin diubah menjadi asam urat.
3.      Guanosine akan berubah menjadi guanine, lalu diubah menjadi Xanthin dengan bantuan guanase. Xanthin yang terbentuk juga akan berubah menjadi asam urat dengan peran enzim xanthine oksidase.

Asam Urat, Hiperurisemia dan Gout Arthritis
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah yang melebihi batas normal. Seseorang dikatakan mengalami hiperurisemia jika kadar asam urat darah melebihi 7 mg/dl pada pria dewasa dan lebih dari 6 mg/dl pada wanita dewasa pre-menopause.
Mengapa batas normal antara pria dan wanita berbeda?
Penjelasannya adalah, pada wanita pre-menopause terdapat hormone estrogen yang cukup tinggi. Dimana diketahui bahwa estrogen merupakan salah satu uricosuric agent, yaitu berperan dalam membantu ekskresi asam urat. Sehingga, kadar asam urat di dalam darah wanita pre-menopause relative akan lebih rendah dibandingkan pria.

GOUT adalah sindrom yang disebabkan karena respon peradangan terhadap deposisi Kristal Monosodium Urat (MSU) di jaringan. Lokasi tersering yang menjadi tempat deposit Kristal MSU adalah ruang synovial dalam sendi. Karena itulah sering dijumpai Gout Arthritis.
Kebanyakan individu dengan hiperurisemia tidak mengalami Gout. Akan tetapi, jika tidak ditangani hiperurisemia yang kronis akan menimbulkan Gout. Menariknya adalah pada 90% individu yang mengalami Gout, ditemukan hiperurisemia.

Etiologi (penyebab)
Pada prinsipnya, etiologi Gout ada 2, yaitu:
1.      Hipoekskresi asam urat (terjadi pada 90% kasus). Ekskresi asam urat utamanya terjadi di ginjal, oleh karena itu segala macam penyebab yang menimbulkan pengeluaran asam urat di urin menurun, dapat memicu Gout.
Contoh: penyakit ginjal
2.      Overproduksi asam urat. Biasanya disebabkan karena adanya defek pada HGPRT (contoh: Lesh-Nyhan syndrome) dan PRPP synthetase. Namun diet tinggi purin juga dapat memicu overproduksi asam urat.

Epidemiologi
-          Prevalensi hiperurisemia asimptomatis (hiperurisemia tapi tidak muncul gejala patologis) adalah 5% hingga 8%
-          Laki-laki lebih sering terkena Gout dibandingkan wanita
-          Wanita jarang menderita Gout sebelum menopause
-          Kejadian Gout tertinggi pada pria, puncaknya pada usia 50-an tahun

Tanda dan Gejala Serangan Akut Gout Arthritis
-          Nyeri, edema (bengkak), panas dan kemerahan pada persendian. Terutama pada jempol kaki. Keadaan ini disebut dengan podagra.


Sendi lainnya yang juga sering mengalami keluhan adalah sendi-sendi di kaki, pergelangan kaki dan lutut.
-          Nyeri terutama dirasakan setelah bangun tidur.
-          Pada Gout fase awal, seringkali hanya melibatkan 1 atau 2 sendi saja.
-          Biasanya serangan ini akan mereda dalam 3 – 10 hari.
Keadaan-keadaan yang mempresipitasi munculnya Gout Arthritis antara lain:
Ø  Kelebihan asupan makanan tinggi purin
Ø  Trauma dan operasi
Ø  Konsumsi alcohol berlebih à karena metabolisme alcohol dapat memicu kenaikan asam laktat. Sementara asam laktat berkompetisi dengan urat untuk diekskresikan oleh ginjal. Karena itu, kadar asam urat di darah menjadi tinggi.
Ø  Konsumsi obat-obatan (thiazid, pirazinamid, salisilat,obat kemoterapi)
Ø  Adanya penyakit sistemik (infark myocard, leukemia, diabetes)
Ø  Kelaparan, puasa, olahraga berat, obesitas

 Diagnosis
Selain dari tanda dan gejala, pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis Gout antara lain:
-          Cek kadar asam urat
-          Aspirasi cairan sendi (pada Gout akut terdapat sel radang >2000 sel/ml).
-      Cek Kristal MSU dengan menggunakan mikroskop polarisasi cahaya. Kristal MSU teridentifikasi sebagai bentuk mirip jarum.


-          Pemeriksaan radiologis: tampak “punched-out” erosion.

 Terapi
1.      Colchicine.
Biasa diberikan untuk serangan akut. Efeknya adalah memblok aktivitas fagositosis dari sel radang neutrofil, sehingga respon peradangan berkurang.
2.      NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)
Berperan sebagai anti radang dan analgesic (anti nyeri). NSAID yang paling efektif di sini adalah Indometachin, Ibuprofen dan Diclofenac.
3.      Kortikosteroid
Bila penggunaan NSAID tidak memungkinkan, kortikosteroid dapat diberikan secara local maupun sistemik.
4.      Allopurinol
Merupakan agen urikostatik. Allopurinol menghambat kerja enzim Xanthine oksidase, sehingga produksi asam urat menurun. Pem
5.      Uricosuric agent (Contoh: probenecid, sulfinpyrazone)
Obat ini memicu ekskresi asam urat. Akan tetapi pemberian obat ini harus dimulai dengan dosis sekecil mungkin, karena pada awalnya justru akan memicu kenaikan asam urat. Oleh karena itu, pemberian Uricosuric agent biasanya akan diikuti dengan pemberian Colchicine untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan.
Selain itu, ekskresi asam urat yang meningkat juga dapat meningkatkan risiko terjadinya batu urat pada ginjal dan saluran kemih.

 Pencegahan
   1. Hindari alcohol
   2. Kurangi makan-makanan yang mengandung purin tinggi. Contoh:
-          Daging sapi dan kambing
-          Jeroan (hati, otak, ginjal)
-          Bayam
-          Melinjo
-          Kacang-kacangan
-          Sarden


Oke. . .akhirnya selesai juga.
Sebenarnya banyak sekali bahan yang belum tersampaikan melalui tulisan ini. Tapi semoga saja gambaran singkat ini bermanfaat bagi saya dan pembaca sekalian.
^_^



Sumber:
- Harper's Biochemistry
- Harrison's Principles of Internal Medicine
- Practical Guide Blok 3.4 Limited Movement, Faculty of Medicine UGM
- Lecture "Gout and Pseudogout" dr.Deddy Nur Wachid, M.Kes, Sp.PD-KR
- emedicine.medscape.com